BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebelum
memasuki pembicaraan tentang Locus dan Tempus delicti ada baiknya diawali
secara umum sebagai berikut : Jika terjadi persengketaan kepentingan dan harus
diselesaikan secara hukum. Persengketaan antara warga masyarakat sipil biasanya
termasuk di dalam bidang badan peradilan umum, baik itu merupakan perkara
perdata ataupun perkara pidana. Misalkan saja ada seseorang yang melakukan
tindak pidana terhadap orang lain, juga terhadap kepentingan umum, maka terjadilah
yang disebut dengan perkara pidana. Disini masalah kompetensi absolut telah
diselesaikan, yaitu melalui badan peradilan umum, dalam hal ini pengadilan
negeri.
B. Rumusan
Masalah
Dengan adanya latar belakang masalah seperti
yang telah diuraikan di muka, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :
1. Kegunaan diketahuinya
tempus dan locus delicti.
2.
Ajaran mengenai tempus dan locus delicti.
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui kegunaan diketahuinya tempus dan locus delicti.
2.
Untuk mengetahui ajaran mengenai tempus dan locus delicti.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kegunaan diketahuinya Tempus dan
Locus Delicti
1. Locus delicti
Locus Delicti, Locus (inggris)
yang berarti lokasi atau tempat, secara istilah yaitu berlakunya hukum pidana
yang dilihat dari segi lokasi terjadinya perbuatan pidana.
Kegunaan diketahuinya Locus
Delicti :
a.
Menentukan
apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap perbuatan pidana tersebut atau
tidak. Ini berhubungan dengan pasal 2-8 KUHP.
Pasal 2-9 KUHP telah menentukan
tempat-tempat berlakunya perundang-undangan hukum pidana secara umum, tetapi
tidak mengatur secara khusus mengenai kasus-kasus yang konkret harus diadili di
pengadilan negeri mana. Hal ini diatur di dalam KUHAP sebagai pelaksanaan dari
UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
tersebut di atas, dengan memerhatikan doktrin atau ajaran tentang Locus
Delicti.
b.
Untuk
mengetahui berwewenang atau tidaknya suatu pengadilan mengadili suatu
perkara(kompetensi relative)
c.
Untuk
mengetahui dapat tidaknya suatu hukum pidana diberlakukan terhadap suatu
perkara.
d.
Sebagai
salah satu syarat mutlak sahnya surat dakwaan.
2.
Tempus delicti
Tempus delicti, tempus dari kata tempo yag berarti waktu,
secara istilah yaitu berlakunya hukum pidana yang dilihat dari segi waktu
terjadinya perbuatan pidana.
Kegunaan diketahuinya Tempus delicti :
a. Usia pelaku (pasal 47KUHP) dan usia
korban untuk delik susila(pasal 287 ayat 2 dan pasal 290 dan 291)
- Keadaan jiwa pelaku ( pasal 44 KUHP)
- Daluarsa dalam penuntutan dan menjalani pidana ( pasal 78-85 KUHP)
- Asas legalitas pasal 1 ayat 1 KUHP)
- Perubahan suatu undang-undang pidanapasal 1 ayat 2 KUHP)
- Sebagai syarat mutl;aksahnya surat dakwaan.
B. Ajaran mengenai tempus dan locus
delicti
·
Locus delicti
Doktrin ilmu hukum pidana mengenal
beberapa ajaran tentang locus delicti ini, yaitu:
a. Ajaran perbuatan fisik : Menurut
ajaran ini tempat dilakukannya delik untuk kasus pertama adalah Singapura dan
kasus kedua di Surabaya.
b. Ajaran instrument : Menurut ajaran
ini, mengenai seseorang yang melakukan tindak pidana dengan alat tertentu, maka
tempat bekerja alat itulah yang merupakan locus delicti, kasus pertama maupun
kasus kedua berada di Jakarta.
c. Ajaran akibat : Menurut ajaran ini
yang merupakan locus delicti adalah tempat dimana akibat perbuatan itu terjadi,
dalam kedua kasus itu juga di Jakarta.
d. Ajaran banyak (semua) tempat dan
waktu, jadi baik tempat secara fisik seseorang melakukan delik, tempat alat itu
berfungsi maupun tempat akibat langsung dari tindak pidana itu, dan juga tempat
akibat langsung dari tindak pidana itu, dan juga tempat konstitutif (yaitu yang
menimbulkan keadaan lain dari yang sebelumnya, misalnya menjadi mati, lumpuh,
dan sebagainya.
ada empat ajaran untuk menentukan
tempat terjadinya peristiwa pidana atau locus delicti atau tempat kejadian
perkara (tkp)
- de leer van de lichamelijke daad
ajaran yang didasarkan kepada
perbuatan secara fisik. Itulah sebabnya ajaran ini menegaskan bahwa yang
dianggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana/locus delicti, adalah tempat
dimana perbuatan tersebut dilakukan.
- de leer van het instrument
ajaran yang didsarkan kepada
berfungsinya suatu alat yang digunakan dalam perbuatan pidana. Jadi ajaran ini
menegaskan bahwa yang dianggap sebagai temapt terjadinya tindak pidana adalah
temapt dimana alat yang digunakan dalam melakukaan tindak pidana bereaksi.
- de leer van het gevolg
ajaran ini didasarkan kepada akibat
dari suatu tindak pidana. Menurut ajaran ini bahwa yang dianggap sebagai locus
delicti adalah tempat dimana akibat daripada tindak pidana tersebut timbul.
- de leer van de meervoudige pleets
menegaskan bahwa yang dianggap
sebagai tempat terjadinya tindak pidana yaitu tempat2 dimana perbuatan tersebut
secara fisik terjadi tempat dimana alat yang digunakan bereaksi, dan tempat
dimana akibat dari tindak pidana tersebut timbul.
Contoh kasus
Kasus 1
Terjadi perkelahian antara A dan B
di terminal rawamangun. B terkapar karena luka2 ditikam A. oleh keluarganya, B
dilarikan ke rumah sakit persahabatan. Karena terlalu parah akhirnya pihak
rumah sakit mengirim B ke rumah sakit ci[to. Kurang lebih 2 jam dirawat B
meninggal. Karena luka yang dideritanya.
Pertanyaan yang timbul atas kejadian
ini, pengadilan mana yang berwewenang mengadilinya?
Jawab
- Menurut ajaran de leer vn delichamelijke daad, bahwa secara fisik perbuatan atau tindak pidana ( perkelahian antara A dan B ) terjadi dan berlangsung di terminal rawamangun. Oleh karena itu yang berwewenang mengadili kasus ini adalah pengadilan negeri Jakarta timur.( karena rawamangun berada di wilayah Jakarta timur).
- menurut ajaran de leer van het instrument, bahwa alat yang digunakan A (benda tajam) dalam perkelahianya dengan B bereaksi/berfungsi/ bekerja di tempat perkelahian (tempat bus rawamangun) dengan demikian maka yang berwewenang mengadili kasus ini adalah pengadilan negeri Jakarta timur
- menurut ajaran de leer van het gevolg, bahwa akibat dari perkelahian tersebut adalah tewasnya B di rscm. Dengan demikian pengadilan yang berwewenang mengadili kasus ini adalah pengadilan negeri Jakarta pusat. Karena timbulnya akibat matinya B terjadi di rscm yang letaknya di wilayah Jakarta pusat.
- sedangkan menurut ajaran de leer van de meervoudige plaats, bahwa karena secara fisik tindak pidana tersebut terjadi di terminal rawamangun demikian pula alat yang digunakan dalam perkelahian tersebut bekerja / berfungsi di tempat perkelahian (terminal bus rawamangun) maka atas dasar itu pengailan negeri Jakarta timur yang berwewenang mengadilinya. Atau dapat juga kasus oini diadili di pengadilan Jakarta pusat, karena akibat yang timbul yakni matinya B terjadi di rscm Jakarta pusat.
Kasus 2
T berniat membunuh s warga Negara
jepang. Untuk melaksanakan niatnya,secara diam diam T menaroh bom di kapal
terbang yang akan ditumpang Sdari bandara sukarno hatta menuju bandara narita
jepang.. persis pesawat tersebut berada di wilayah udara singpura bom yang
dipasang T meledak. Hanya sebagian kecil penumpang pesawat termasuk S yagn
masih hidup.meskipun dalam kondisi kritis. Oleh keluarganya S dibawa ke Tokyo
jepang. Akan tetapi baru saja mobil ambulance yang membawa S dari bandara
narita tiba di pintu gerbang rumah sakit di Tokyo S menghembuskan nafas
terakhirnya.
Pertanyaanya, hokum pidana manakah
yang dapat diberlakukandan pengadilan mana yang berwewenang mengadili perkara
ini?
Jawab
- menurut ajaran deleer van delichamelijke daad bahwa perbuatan secara fisik yakni menaroh bom dilakukan oleh T di pesawat yang sedang parker di bandara sukarno hatta. Dimana pesawat tersebutlah yang akan digunakan S ke jepang. Dengan demikian, maka hokum pidana yang diberlakukan untuk mengadili perkara ini adalah hokum pidana Indonesia. Demikian pula pengadilan yang berwewenang mengadili perkara ini. Adalah pengadilan negeri tanggerang. Hal tersebut karena bandara sukarno hatta berada di wilayah tanggerang.
- menurut ajaran de leer van het instrument, bahwa alat yang digunakan T untuk memmembunuh S adalah bom , dan bom tersebut meledak/ bereaksi/bekerja ketika pesawat sedang berada di wilayah udara singapura . itu berarti hokum pidana singapura dapat di berlakukan untuk mengadili kasus ini. Dan sudah tentu pengadilan singapura juga berwewenang menyidangkan perkara ini.
- menurut ajaran de leer van het gevolg bahwa akibat dari perbuatan T terhadap S adalah meninggalnya di Tokyo sehingga demikian hokum pidana jepang dapat dipakai untuk mengadili perkara ini dan sekaligus pengadian di Tokyo dapat menyidangkan kasus ini.
- sedangkan menurut ajaran de leer van de meer voudige plaats, bahwa hokum pidana dan pengadilan :
- Indonesia atas dasar perbuatan T secara fisik dilakukan di bandara sukarno hatta atau
- Jepang atas dasar akibat yang terjadi yaitu matinya S di jepang atau
- Singapura atas dasar bom bereaksi meledak di wilayah udara ingapura.
·
Tempus delicti
Aliran di dalam tindak pidana :
a.
Aliran monistis:
1)
Suatu perbuatan
2)
Melawan hukum
3)
Diancam dengan sanksi
4)
Dilakukan dengan kesalahan
5)
Oleh orang yang dapat
dipertanggung jawabkan.
b.
Aliran dualistis:
1)
Suatu perbuatan
2)
Melawan hukum (dilarang)
3)
Diancam dengan sanksi.
Contoh kasus
Seperti biasanya setiap kali
merayakan ultahnya A mengundang seluruh sanak familinya ke Jakarta, termasuk B
( pamanya) yang tinggal di Surabaya. Perayaan ultah A yang ke 18 bini
diselenggarakan tanggal 5 januari sesuai tanggal kelahiranya. Tanggal 3 januari
B beserta anak istrinya tiba di Jakarta dari Surabaya. Namun di luar dugaan
pada malam tanggal 4 januari terjadi pertengkaran sengit antara A dan B yang
berpangkal pada pembagian ahli waris, sehingga kepala B berdarah terkena
lemparan asbak rokok yang dilakukan oleh A. oleh karena keadaan sudah runyam maka
malam itu juga B dengan kepala yang masih berdarah membawa anak istriya
langsung pulang ke Surabaya. Sementara pesta ultah di malam itu tetap
dilanjutkan. Esok harinya tanggal 5 januari, kereta api yang ditumpang B tiba
di Surabaya. Dan langsung berobat ke rumah sakit. Dan oleh dokter yang
memeriksanya memerintahkan untuk di rawat. 3 hari terbaring di rumah sakit
yakni tanggal 9 januari, B menghenbuskan nafas terakhirnya.laporan medis yang
sikeluarkan oleh dokter yang merawatnya menunjukkan, bahawa B meninggal karena
terjadi keretakan di tengkorak bagian kiri depan akibat benturan benda keras.
Pertanyaanya : dapatkah A di hokum
atas perbuatanya terhadap B?
Jawaban
- menurut ajaran de leer van delichamelijke daad, bahwa perbuatan / pertengkaran secara fisik yakni pelemparan asbak rokok ke kepala B hingga luka dan berdarah dan menyebabkan B mati, dilakukan (terjadi) di tangal 4 januari. Dimana tanggal tersebut, A masih berusia 17 tahun( dibawah 18 tahun) vide UU no.3/1997. oleh karena itu berdasarkan ajaran ini hakim dapat memutuskan 1 diantara 3 kemungkinan yaitu:
- mengembalikan A kepada orang tuanya untuk dididik dan dibina atau
- diserahkan kepada pemerintah (tanpa dipidana) dan memasukkan ke rumah pendidikan negara guna dididik hingga perilakunya berubah dan sanpai usia 18 tahun
- menjatuhkan pidana orang dewasa tetapi dikurang 1/3.
- menurut ajaran de leer van het instrument bhawa bekerjanya/ bereaksinya asbak rokok sebagai alat yang melukai kepala B da;am pertengkaranya dengan A , terjadi tanggal 4 januari dimana tanggal tersebut A masih berusia 17b tahun(=dibawah 18 tahun) . dengan demikian terhadap A majelis hakim dapa menjatuhkan salah satu diantara 3 kemungkinan seperti pada ajaran no.1 diatas
- menurut ajaran de leer van het gevolg, bahwa akibat dari pertengkaran tersebut B meninggal tanggal 9 januari. Dimana pada tanggal ersebut A sudah berusia 18 tahun dengan demikian A sudah dapat dijatuhi hukuman orang dewasa
- menurut ajaran de leer van de meer voudige tijds, bahwa semua waktu yang berkaitan dengan peristiwa matinya B yaitu
- tanggal 4 januari, pertengkaran/pelemparan asbak ke kepala B
- tanggal 4 januari bekerjanya asbak( melukai) sebagai alat yang digunakan
- tanggal 9 januari matinya B sebagai akibat perbuatan A di tanggal 4 januari.
Semua ini merupakan waktu-waktu
terjadinya peristiwa pidana terhadap diri B oleh karena itu ada 2 kemungkinan
keputusan hakim yakni:
- membebaskan A karena dianggap belum berumur 18 tahun
- meghukum A dengan sanksi hokum yang sebenarnya(sanksi orang dewasa)
0 Response to "Kegunaan diketahuinya tempus dan locus delicti"
Post a Comment